Proses Tuntutan Pidana dan Pledoi


 

Sumber Gambar disini

Pledoi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dikenal dengan istilah pembelaan. Untuk menjawab pertanyaan Anda mengapa pledoi itu selalu diajukan setelah tuntutan jaksa, kami akan mengacu pada penjelasan Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali) (hal. 259).

Pengaturan mengenai tuntutan pidana dan pembelaan terdapat dalam Pasal 182 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:

  1. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana
  2. Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir
  3. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.

Terhadap tuntutan pidana (rekuisitor) yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum berhak mendapat kesempatan mengajukan pembelaan. Atas pembelaan itu penuntut umum berhak pula mendapat kesempatan mengajukan jawaban atau replik. Dan atas replik ini terdakwa atau penasihat hukum berhak untuk mendapat kesempatan untuk mengajukan duplik atau jawaban kedua kali (rejoinder).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar